Tolak RUU Kesehatan

Apoteker di Bengkulu Tolak Pengesahan RUU Kesehatan, Berikut Catatan IAI

Ketua Pengurus Daerah IAI Provinsi Bengkulu, Yenni Fitrhiani mengatakan IAI memiliki banyak catatan terhadap RUU Kesehatan ini.

Penulis: Romi Juniandra | Editor: Yunike Karolina
Jiafni Rismawarni/TribunBengkulu.com
DPD Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) Bengkulu saat dikukuhkan pada Sabtu (4/3/2023). Apoteker di Bengkulu ikut menolak pengesahan RUU Kesehatan yang dijadwalkan DPR RI siang ini, Selasa (11/7/2023). 

Laporan Reporter TribunBengkulu.com, Romi Juniandra

TRIBUNBENGKULU.COM, BENGKULU - Omnibus law Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan akan disahkan menjadi Undang-Undang (UU) oleh DPR RI siang ini, Selasa (11/7/2023) mendapatkan penolakan dari berbagai organisasi profesi, salah satunya Ikatan Apoteker Indonesia (IAI).

Ketua Pengurus Daerah IAI Provinsi Bengkulu, Yenni Fitrhiani mengatakan IAI memiliki banyak catatan terhadap RUU Kesehatan ini.

Pertama, RUU yang akan disahkan menjadi UU ini dikeluarkan pemerintah, tapi dalam prosesnya mengabaikan pendapat dan pandangan dari organisasi profesi.

Padahal, isi dari organisasi profesi ini adalah orang-orang yang akan menerapkan UU tersebut.

"Kita tidak dilibatkan, hanya formalitas. Saat rapat, kami angkat tangan, tapi tak ditanggapi," kata Yenni kepada TribunBengkulu.com.

RUU Kesehatan ini juga dinilai muncul tiba-tiba, dan tidak melibatkan semua pihak. Seharusnya, ketika merancang RUU, semua aspek yang ada didalamnya harus dilibatkan.

IAI juga menilai ada beberapa pasal yang harus direvisi dalam RUU ini, seperti organisasi profesi yang boleh dari satu, atau soal kelalaian tenaga medis yang bisa dipidanakan.

Organisasi profesi yang bisa lebih dari satu (multibar), misalnya, dinilai IAI memiliki banyak kerugian. Salah satunya standar ganda soal penegakan etika, yang tentu berefek ke keselamatan pasien di kemudian hari.

Pasal lain yang disoroti adalah pasal 462 ayat 1, yang berisikan jika tenaga kesehatan atau tenaga medis bisa dipidana.

Pasal ini dinilai sangat merugikan para tenaga medis, karena tidak ada penjelasan rinci soal kelalaian tersebut.

"Bisa saja kami mengobati pasien, lalu pasien meninggal dunia, kami dituntut oleh keluarga pasien," kata Yenni.

Dulu, tenaga kesehatan yang ada di klinik atau rumah sakit akan terlindungi oleh institusi tempat mereka bekerja. Namun, dengan RUU ini, institusi bisa lepas tangan, padahal ada banyak aspek dalam kelalaian, termasuk soal lingkungan tempat tenaga kesehatan bekerja, peralatan pendukung, hingga kondisi alat.

"Sebenarnya ada banyak yang menolak RUU Kesehatan ini, seperti Forum Guru Besar Lintas Profesi (FGBLP)," ungkap Yenni.

Baca juga: Perawat di Bengkulu Tolak RUU Kesehatan Disahkan, Nakes Aksi di Gedung DPR RI

Rekomendasi untuk Anda

Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved